#30harimenulissuratcinta

#30harimenulissuratcinta

Rabu, 05 September 2012

perpisahan itu kenyataan kita

aku tidak mengerti apa yang tengah terjadi diantara kita. seperti ada rasa bosan yang membuncah begitu dalam pada lembaran cerita kita.

kamu : "van, kamu tidak merasa aneh pada hubungan ini?" katamu sambil mengerjap-ngerjapkan mata padaku di taman sore itu. aku tercenung. bingun harus menjawab apa pada kamu yang masih menatap penuh tanda tanya mengharap jawab dariku.

aku: "tidak" aku menjawab sekenanya. kepalamu berbalik ke arahku dengan wajah meringis.

kamu : "aku rasa kamu terlalu sibuk dengan hidupmu sekarang"

aku: "tidak juga. bukannya kamu yang terlalu sering meninggalkan hubungan kita yang lebih sering didominasi olehku?"

kamu : "aku tidak pernah meninggalkan van. aku sibuk mencari kamu yang dulu"

mataku menatap tajam pada wajahmu. sore itu. sepertinya senja sedang berpagut pada sepi yang hebat. aku jelas mngerti kemana arah pembicaraan kita ini. namun ku pilih diam. setidaknya agar otakmu tak berpikir akan terjadi kehancuran pada hubungan yang kita bangun susah payah selama tiga tahun ini.


aku : "aku mau pulang. mau mengantarku?" aku sengaja ingin berpisah sejenak. agar tak terjadi perpisahan selamannya.

kamu : "baiklah"

diatas motor, sepasang hati kita mungkin sedang dipenuhi pertanyaan yang sama. keanehan yang satu persatu muncul. pertanyaan yang hanya bertahan dalam kepala. ah tiba-tiba aku merindukan masa saat kita pertama kali bertemu. saat itu, aku dan kamu lupa apa itu kesedihan. perjalanan selama sepuluh menit terasa seperti satu jam, aku dan kamu tak membicarakan apapun. hening kita, meski didominasi oleh bising kendaraan, tetap terjaga baik. sesekali kukendorkan pelukanku pada pinggangmu. tak kudengar protes seperti yang biasa keluar dari mulutmu. ah sayang, apa cintamu untukku juga sudah mulai mengendor?

kamu : "sudah sampai."

aku : "oh iya. terima kasih. hati-hati dijalan"
ucapan terima kasihku hanya mendapat anggukan dan senyum tipis dari wajahmu. kamu menghilang diujung malam. aku melangkah gontai memasuki kamar

di kamar, aku melihat foto-foto kita. aku dan kamu. kenanga itu seakan menyilet-nyilet hatiku. aku merenung. apa setelah bertahan setelah sejauh ini. aku harus merelakan kamu sayang? air mata mengalir hebat di pipiku. aku sungguh tidak pernah membayangkan kita akan seperti ini. terlalu jauh melangkah, lalu dipaksa berhenti. aku sakit.
malam ini aku mendoakan hubungan kita. hatiku dan hatimu. semoga tak akan ada perpisahan yang terjadi. aku menutup doa dengan air mata.

keesokan harinya. aku masih lesu. selesu hubungan yang kita jalani. hari ini sabtu. biasanya kamu akan mengajakku berlari ditaman, kemudian bermain dengan anak-anak. sudah jam 10, tak ada tanda kehadiranmu. kuhabiskan waktu dalam kamar, berselancar didunia mayaku. sesekali kumasuki Timeline twittermu, kuiintip wall facebookmu. kulihat foto-foto kita disana. kulihat postingan dan mention kita. kulihat emoticons cium, peluk, cubit, yang berserakan di timelineku dan timelinemu. sayang, postingan itu, sebulan yang lalu. saat aku merasa semua baik-baik saja, tapi sepertinya, ah... air mataku jatuh lagi.
hari sabtu. kulewati tanpa kabar darimu. dengan egois, aku menolak mencari dan menanyakan kabarmu.

hari minggu. kucek handphone, tak ada ucapan selamat pagi dari telpon, sms maupun bbm. aku menatap lesu. apa kamu lupa aku sayang? air mataku kembali jatuh. aku tak bisa hitung sudah berapa kali aku menangis selama dua hari ini. aku merasa kehilangan kamu. sangat kehilangan kamu. kamu dimana? dengan lesu aku bersiap-siap kegereja. di gereja. hubungan kita menjadi pokok doa yang kuteriakkan pada Tuhan. dengan air mata yang tak tertahan aku menangis di hadapan-Nya. apa kamu melakukan hal yang sama sayang? ah entahlah. yang jelas, aku mau memperjuangkan kita. sejauh ini.

sepulang gereja dengan hati yang sedikit tenang, aku berbaring dikamar. kuputuskan untuk tidur saja seharian. dan hari itu. tetap tak ada kabar darimu. aku merutuk, ingin kucari kamu. tapi sudahlah, kupikir kamu butuh sendiri.

hari senin. aku bangun kesiangan. dimejaku sudah ada surat. dari kamu.

"selamat pagi. semoga kamu tidak bangun kesiangan pagi ini. aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. kutunggu kamu ditaman. jam 5 sore. jangan menelponku. aku hanya ingin kamu datang tepat waktu"

walau tak ada nama pengirim, aku tau itu kamu. aku bergegas untuk bersiap-siap. sebelum ke taman, aku berdoa pada Tuhan, untuk semua hal terbaik yang terjadi. dan minta kekuatan untuk semua hal terburuk. kehilangan kamu.

ditaman...

kamu : "hai.."

aku : "hai..."

kamu : "kamu cantik"

aku : "jadi, apa yang ingin kmu bicarakana?"

kamu : (diam sejenak, kemudian berdeham) hmmm.. van, dua tahun aku sama-sama kamu. kamu jadi wanita paling berkesan dalam hidupku.

aku : "lalu.."

kamu : "aku tau ini bukan hal yang mudah, tapi sepertinya kita harus saling melepaskan. aku sadar. ada ketidakcocokan diantara kita yang tidak bisa kita paksakan. atau malah semakin melukai kita, jike terus dipaksa"

mataku berkaca-kaca. sepertinya hari ini terakhir aku duduk ditaman ini.

aku : "maksud kamu?"

kamu : "kita selesai."

aku : "kenapa?"

kamu : "aku mencintai wanita lain. dia tidak secantik kamu. tapi pelukannya menghangatkanku. wanita itu datang tepat disaat kamu sudah jauh dariku."

aku : "kamu berkhianat? kamu serius?"

kamu : "aku tidak berkhianat. aku belum memintanya menjadi kekasihku sebelum memutuskanmu. aku pikir, aku bukan yang terbaik"

aku : "baiklah". lalu air mata mengalir deras di pipiku. aku dan kamu memang tidak ditakdirkan bersama. kita harus saling melupakan. kamu dengan wanita pilihanmu, dan aku. nanti. dengan lelaki pilihanku. aku remuk. sejauh ini kupertahankan, dan akhirnya harus kulepas. seandainya tak ada kenangan yang mengikatku. dengan gampang kutemukan penggantimu. tapi kamu menancap terlalu kuat. dan aku. terlalu lemah.

cakra khan-harus terpisah
"Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu"




Tidak ada komentar:

Posting Komentar